Contact Form

 

Sabtu Bersama Bapak

Bercerita tentang seorang ayah (Abimana Aryasatya) dan istrinya (Ira Wibowo) yang punya dua anak laki-laki Satya (Arifin Putra) dan Saka (Deva Mahendra). Ternyata Abimana (gue gatau nama di filmnya siapa..) harus menghadapi kenyataan kalau hidupnya ga lama lagi karena sakit keras dan sulit bagi dia untuk meninggalkan istri dan anak-anaknya yang masih kecil. Karena gamau pergi gitu aja ninggalin keluarganya, akhirnya Abimana mewariskan petuah-petuah dalam bentuk sesuatu yang menjadi pedoman bagi hidup Satya dan Saka.





Di moment Lebaran ini film Sabtu Bersama Bapak paling pas ditonton, bukan cuman karena menceritakan tentang keluarga, tapi juga ngajarin gimana caranya jadi pria sejati (halah). Selama film lo bisa nangis banjir deres tapi ga ada selang tiga puluh detik, lo bisa ketawa ngakak. Gue kagum sama chemistry Ira Wibowo dan Abimana meskipun mereka punya look dan umur yang terlihat jauh. Tapi ya pas aja gitu jadi pasangan. Dan Abimana pas aja gitu jadi papah-papah ganteng yang bener-bener "ayah" banget. Dan untuk kesekian kali dibikin kagum sama aktingnya Acha Septriasa yang berperan jadi Risa istrinya Arifin Putra. Ini akting terbaiknya menurut gue. Terutama adegan mereka berantem, pas adegan itu gue nontonya bengong. Semua terlihat natural. Kita ikut ngerasain perasaan Risa yang udah berusaha ngasih yang terbaik untuk jadi seorang ibu tapi masih aja kurang. Dan yang kita liat ya.. mereka seperti mama dan papa muda beneran. Dan adegan trio Saka, Firman (Ernest Prakasa) dan Wati (Jeniffer Arnelita) juga selalu ditunggu karena kebodohannya Deva dan kejadian-kejadian konyol di kantor. Film ini ngajak penonton ngerasain emosi yang dialamin setiap karakter yang ada dan tentunya dengan konfliknya masing-masing kita bakal diaduk-aduk emosinya, gue aja nonton film ini udah kayak bipolar, sebentar nangis sebentar ketawa-ketawa. Dan chemistry semua pemain especially semua "pasangan" terlihat sangat-sangat baik. Satu hal yang sangat mengganggu film ini.. selalu ada efek-efek blur dan cahaya (gue gatau namanya, tapi buat yang udah nonton pasti kalian tau maksud gue apa). Seriously itu sangat mengganggu. Padahal gambarnya bakal jauh keliatan lebih manis tanpa efek-efek itu,
(4/5)


Sutradara : Monty Tiwa
Penulis : Aditya Mulya
Produser : Ody Mulya Hidayat
Produksi : Maxima Pictures dan Falcon Pictures
Pemain : Abimana Aryasatya, Ira Wibowo, Arifin Putra, Acha Septriasa, Deva Mahendra, Sheila Dara Aisha


Total comment

Author

Reviewin aja
Dave (Dimas Anggara) adalah seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di London. Meskipun gitu dia ternyata punya masa lalu yang pahit tentang cinta, sama halnya dengan Caramel (Michelle Ziudith) yang juga punya masa lalu yang pahit meskipun ada Bima (Dion Wiyoko) yang cinta mati sama dia. Ada lagi kisahnya Adele (Adila Fitri) yang mau coba bunuh diri gara-gara batal nikah, tapi justru jatuh cinta sama Dave, orang yang udah nyelamatin dia yang mau coba bunuh diri. Yah intinya cinta segi.. Hm.. segi berapa ya? Segi banyak deh. Pikiran pertama gue setelah keluar dari bioskop adalah... What the...?? Why??? Why??





Bahkan ini lebih buruk dari Magic Hour.. Why Screenplay? Why? Screenplay ini demen banget bikin twist di ending. But you know what? Twist nya soooo cheesy. Gue sampe terheran-heran. Diawal sampe tengah ya it's okay lah meskipun ga bisa dibilang bagus-bagus amat. Diending? hancur lebur. Bahkan menurut gue Dimas Anggara dan Michelle Ziudith pun performanya turun dibanding di Magic Hour. Meskipun mereka bisa nampilin chemistry yang beda, tapi Dimas Anggara ga menampilkan yang spesial disini. Bahkan terlihat aneh dengan surat-suratnya yang puitis, tapi dari awal ga menunjukkan dia puitis. Dan gue sangat lelah dengan tangisan Michelle Ziudith. Seriously. Rasanya pengen.. elah diem kek lu! huft.. untung ada Dion dan Adila disini.. yang cukup memperbaiki segalanya. Tapi ya mau gimana, pemain yang membuat mata segar, pemandangan kota London. soundtrack yang disukain. Remaja mana yang menolak film ini? But, well.. diluar itu semua Screenplay ada peningkatan di pengambilan gambar dan scoringnya.. 
(1.5/5)


Sutaradara : Asep Kusdinar
Penulis : Tisa TS dan Sukhdev Singh
Produser : Sukhdev Singh
Produksi : Screenplay Films
Pemain : Dimas Anggara, Michelle Ziudith, Adila Fitri, Dion Wiyoko, Ramzi, Ina Marika




Total comment

Author

Reviewin aja

Magic Hour

Raina (Michelle Ziudith) harus nurut sama saudaranya Gwen (Nadya Arina) buat gantiin posisinya untuk ketemu sama cowo yang dijodohin sama mama nya yaitu Dimas (Dimas Anggara). Seiring berjalannya waktu karena intensitas waktu mereka sering bareng-bareng, malah jadi Raina yang suka sama Dimas, tapi disisi lain ada Toby (Rizky Nazar) sahabat Raina yang jatuh cinta sama Raina selama bertahun-tahun. Dan ternyata ada misteri lain yang disembunyikan sama Dimas tentang dirinya. Ya gitulah intinya cinta segi empat.





Ceritanya yang klasik bahkan cheesy memang terkesan sangat FTV, ditambah kualitas gambar dan scoring yang memang sangat FTV. Wajah-wajah pemainnya yang diidolakan banyak remaja plus banyaknya kutipan galau yang menjadi racun di film ini. Dan memang alur cerita sebenarnya cukup menarik. Menuju akhir cerita cukup baik, diberikan twist yang mungkin kata penulis dan sutradaranya "ah biar ga FTV-FTV amat" but that's okay. Menuju akhir cerita cukup menyentuh. Tapi bagian terburuk justru ada di ending. Soal pemain.. ya dari segala "ke FTVan" film ini, yang paling bisa dimaafkan adalah para pemain. Dimas Anggara dan Michelle Ziudith bermain sangat baik disini. Chemistrynya berjalan sangat manis. Michelle Ziudith sangat mencuri perhatian. Meriam Bellina membuat film ini ceria dan lebih berwarna serta fresh dengan logat sunda dan english nya itu. Ditambah lagi ada Ramzi dengan segala banyolan-banyolannya. Serta Ira Wibowo yang jadi mama cantik. Film ini sangat dimaafkan dengan kualitas para pemainnya,
(2.5/5)


Sutradara : Asep Kusdinar
Penulis : Tisa TS
Produser : Sukhdev Singh, Wicky V. Olindo
Produksi : Screenplay Films
Pemain : Dimas Anggara, Michelle Ziudith, Rizky Nazar, Nadya Arina, Meriam Bellina, Ira Wibowo, Ramzi

Total comment

Author

Reviewin aja
Gendis (Prilly Latuconsina) yang masih duduk dibangku sekolah menemukan kenyataan bahwa ada teka-teki dibalik surat yang dia tulis untuk ibunya.. Kenyataan tersebut membuatnya bersikeras pergi ke Jakarta untuk ketemu sama ibunya yang udah bertahun-tahun ga ketemu, meskipun Bapaknya (Tyo Pakusadewo) melarangnya pergi ke Jakarta.




Di Jakarta Gendis mengalami petualangan mencari ibunya bersama teman-teman barunya. Indahnya suasana Dieng bakalan manjain mata pas nonton film ini. 10 menit pertama yang cukup baik. Diawali dengan sebuah teka-teki yang dibawakan apik sama Prilly yang juga pendiam dan misterius, Namun selanjutnya film ini justru malah menjadi sebuah "teka-teki" beneran. Yang gue rasa cuman dimengerti sama pemain, sutradara, dan penulis skenarionya. Padahal film ini potensi banget kalo di garap dengan baik. Tapi nyatanya film ini justru jadi 95 menit yang melelahkan. Justru sepanjang film gue malah "lah? apansi?" mau mencoba berlogika tapi malah ga logis. Padahal ini bisa jadi film yang seru dan sangat menarik. Part terbaik hanya ada di ending. Untuk akting perdana Prilly sebagai pemain utama di film sangat baik. Prilly berhasil bikin penonton menganggap Prilly itu Gendis yang keras kepala. Chemistrynya dengan Tyo Pakusadewo pun berjalan sangat baik. Part terbaik Prilly ada di ending. Pasti setelah film ini dia cukup menjadi pertimbangan para produser.
(1.5/5)


Sutradara : Harris Nizam
Penulis : Bunga R. Nizam
Produser : Harris Nizam, Sarjono Sutrisno
Produksi : Alleta Pictures
Pemain : Prilly Latuconsina, Tyo Pakusadewo, Arbani Yasiz, Gritte Agatha, Sheila Dara Aisha

Total comment

Author

Reviewin aja

3 Srikandi

okay gue sangat random sepertinya. Kemaren gue abis nulis tentang film Nada untuk Asa, yep itu film sejuta tahun yang lalu (okey mulai berlebihan)  dan sekarang tiba-tiba gue malah ngereview film 3 Srikandi. Ga urut amat ya.. but it's okey.
Ketika gue melihat poster dan trailer nya gue mengira ini film bakal serius dan nasionalisme banget. Tapi ternyata 3 Srikandi adalah film yang ringan sekaligus menyenangkan namun ga menghilangkan rasa deg-degan pas adegan ala ala nasionalisme. Menceritakan tentang kisah 3 Srikandi Indonesia yang beranggotakan Yana (Bunga Citra Lestari), Kusuma (Tara Basro), dan Lilies (Chelsea Islan) yang dilatih oleh Donald Pandiangan (Reza Rahadian).




Yang ternyata latihannya ga seperti yang mereka bayangin. Reza Rahadian gausah ditanya, galak dan bataknya dapet banget tapi masih nunjukin rasa care nya. Bunga Citra Lestari juga tampil memikau sebagai anggota 3 Srikandi yang paling dewasa dan paling bisa (agak) jinakin si Donald. Tara Basro.. duh kenapa dia cantik banget ya? jadi tukang sepatu aja cantik. Chelsea Islan paling bersinar disini, Kekonyolan dan keras kepalanya bikin film ini makin ceria dan menyenangkan. Biasanya gue agak terganggu dengan akting overnya Chelsea tapi disini.. she is gorgeous dia bener-bener bikin film ini hidup. Meski dengan keceriaannya tapi disini Chelsea juga ada drama-dramanya. Dan jadi salah satu anggota yang paling disayang. Intinya 3 Srikandi sangat menyenangkan, film nasionalisme yang ringan namun memikat! (3.5/5)



Sutradara : Iman Brotoseno
Penulis : Swastika Nohara, Iman Brotoseno
Genre : Biography, Drama
Produksi : Multivision Plus Pitcure
Pemain : Bunga Citra Lestari, Tara Basro, Chelsea Islan, Reza Rahadian, Donny Damara

Total comment

Author

Reviewin aja
Nada (Marsha Timothy) dengan segala kehidupan pilunya harus nerima kenyataan kalau dia kena penyakit HIV-AIDS dari suaminya yang baru meninggal. Ga terima dengan vonis itu, Nada berusaha meyakini dirinya sendiri kalau anaknya ga tertular. Yang bikin sedih lagi, si Nada ditolak dan dijauhi sama keluarganya sendiri. Pokoknya sedih deh...


Beda lagi dengan kisahnya Asa (Acha Septriasa) yang berusaha "tegar" sama penyakitnya dengan berusaha cuek dengan cinta, padahal Wisnu (Darius Sinatrya) tegar bgt deketin si Asa.


Intinya di film ini gaada pemandangan meratapi penyakit dengan cara yang teramat drama, justru digambarkan dengan ketegaran dan ya.. hidup yang biasa aja. Dan ditengah-tengah film ada penampilan yang.. errr dari Wulan Guritno. Adegan pertengkaran Wulan Guritno dan Marsha Timothy yang terbaik di film ini.



Kehidupan Nada yang melodrama memang beneran menguras air mata penonton dan bakal dibikin kesel sama keluarganya yang bersikap ga adil, penonton bakalan menangisi kehidupannya Nada. Tapi bukan menangisi penyakit berat seperti yang biasa disuguhkan film-film Indonesia pada umumnya. Soal akting pemain, gausah diomongin lah ya.. Marsha Timothy berhasil bikin penonton ikut ngerasain "keapesannya" Acha Septriasa dan Darius Sinatrya berhasil dengan chemistrynya yang manis dan membuat ada keceriaan di film ini. Mathias Muchus.. gausah dibahas lagi lah ya. Dan Wulan Guritno.. duh dia padahal cuman ada dua scene, tapi paling memorable ya penampilan dia. Satu sih yang kurang dari film ini menurut gue.. em.. posternya kayak seminar-seminar kesehatan gitu. Ah yaudahlah ya... (3.5/5)



Jenis Film : Drama
Produser : Hendrick Gozali
Sutradara : Charles Gozali
Penulis : Charles Gozali
Produksi: Magma Entertainment
Pemain : Marsha Timothy, Acha Septriasa, Darius Sinathrya, Mathias Muchus, Irgi Fahrezi, Nadila Ernesta, Donny Damara

Total comment

Author

Reviewin aja